Oknum Komisioner KPU Kota Padangsidimpuan saat digiring di Polda Sumatera Utara (f/mistar) |
PADANGSIDIMPUAN | Oknum Komisioner KPU Kota Padangsidimpuan Parlagutan Harahap seharusnya diberhentikan bukan di Restorative Justice, pasalnya Parlagutan merupakan tersangka kasus suap dan terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT). Tidak itu saja Ia juga dinilai telah menodai nilai-nilai demokrasi di Negara Republik Indonesia ini..
Restorative Justice adalah penyelesaian tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat atau pemangku kepentingan untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil melalui perdamaian dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula.
Dikutip dari berbagai sumber, Mahkamah Agung telah menegaskan bahwa keadilan restoratif tidak boleh diterapkan untuk tindak pidana korupsi (Tipikor). Restorative justice adalah proses penyelesaian di luar hukum yang mengedepankan mediasi dan perdamaian dengan mengutamakan kepentingan korban. Undang-undang Pemberantasan Tipikor dengan tegas menyatakan bahwa pengembalian uang tidak menghapuskan penuntutan pidana.
Suap dan OTT yang menimpa Komisioner KPU Kota Padangsidimpuan tersebut, sudah terbit di berbagai media sehingga menjadi konsumsi publik.
Kasus OTT tersebut dilakukan Parlagutan Harahap salahsatu oknum Komisioner KPU Kota Padangsidimpuan yang membidangi Koordinator Divisi Sosdiklih Humas dan SDM.
Parlagutan disebut memeras korban salahsatu Calon Legislatif (Caleg) dengan modus jual beli suara. Awalnya pelaku meminta uang sebesar Rp 50 juta dengan dalih akan memberikan 1.000 suara kepada korban.
OTT terhadap Parlagutan Harahap ini berawal dari laporan korban kepada pihak kepolisian. Setelah diselidiki, Tim Saber Pungli Polda Sumut lalu melakukan OTT kepada Parlagutan Harahap di salah satu kafe di Padangsidimpuan, Sabtu (27/1/2024).
Saat dilakukan OTT, Tim Saberl Pungli Polda Sumut menemukan barang bukti uang senilai Rp 25 juta. Setelah OTT, Polda Sumut lalu menetapkan Parlagutan Harahap sebagai tersangka. Status tersangka Parlagutan Harahap ditetapkan satu hari setelah pelaku ditangkap.
Perbuatan yang dilakukan Parlagutan Harahap ini salahsatu catatan buruk demokrasi di negara Indonesia dan jelas melanggar kode etik sebagai penyelenggara pemilu dan telah melakukan tindakan perbuatan melanggar hukum.
Ketua KPU Kota Padangsidimpuan Tagor Dumora Lubis, menyebutkan kasus yang menimpa Oknum Komisioner KPU tersebut diselesaikan secara Restorative Jistice.
"Ternyata keputusan tersebut pihak Polda mengeluarkan SP3 jadi tidak sampai ke pengadilan, istilahnya diselesaikan secara restorative justice. Jadi pihak sipelapor mencabut laporannya, kemudian pihak Polda Sumut melakukan mediasi sehingga terjadi perdamaian, kira-kira seperti itu," jelas Tagor kepada metro-online.co, Rabu (17/7/2024).
Salahsatu praktisi hukum Miswarsyah Harahap, SH menjelaskan, tidak semua tindak pidana di selesaikan secara Restorative Justice, apalagi kasus suap.
"Konsep restorative justice, atau keadilan restoratif, tidak dapat diberlakukan pada tindak pidana korupsi jadi kasus suap sama halnya dengan korupsi. Apalagi ini kasus OTT dan lucunya lagi sipelapor bisa mencabut laporannya kemudian berdamai," sebut Miswar kepada metro-onlime.co
Miswar menyebutkan, restorative justice dapat diterapkan pada kasus-kasus tindak pidana ringan, seperti pencurian, penganiayaan, pencemaran nama baik atau fitnah.
"Kalau memang sudah terbukti bersalah dan terjaring OTT kenapa lagi penyidikannya dihentikan ?, ungkap Miswar.
Tidak itu saja dikatakan Miswar, kasus OTT kenapa harus ada cabut mencabut laporan. Perbuatan tersebut sudah jelas menyalahgunakan jabatan.
"Kasus seperti ini tentunya merugikan banyak orang, apalagi yang bersangkutan sebagai penyelenggara pemilu. Jadi sanksi kode etik sudah jelas ada dan dia sebagai anggota KPU sudah jelas menyalahgunakan jabatannya, tentunya ada sanksi yang diberikan. Kalau memang yang bersangkutan sudah jelas ditetapkan tersangka, kenapa tidak diberhentikan ?." jelasnya.
Senada juga disampaikan salahsatu praktisi hukum J. Sibarani, MH. Kepada metro-online.co ia mengatakan kasus suap atau terjaring OTT tidak bisa diselesaikan secara Restorative Justice (RJ). Ia juga menyebutkan, apa dasar Polda mengeluarkan SP3 tersebut.
"RJ itukan untuk tindak pidana ringan bukan tindak pidana kejahatan, itu perkaranya sudah meresahkan masyarakat, mana patut di RJ kan. Itukan termasuk kategori tipikor," jelasnya kepada metro-online.co, Jumat (19/7/2024).
Tidak.itu saja dikatakan J.Sibarani, tidak ada satupun peraturan yang menganulir itu. Baik itu KUHP, Perma, Peraturan Jaksa Agung ataupun Perkap.
"Maksudnya tidak ada satupun peraturan yang memperbolehkan RJ pada kasus tipikor," terangnya.
Terpisah metro-online.co langsung melakukan konfirmasi kepada Kabid Humas Polda Sumatera Utara Kombes Pol Hadi Wahyudi, SH, SIK, mempertanyakan apakah kasus OTT oknum Komisiner KPU Padangsidimpuan tersebut sudah SP3 dan diselesaikan secara RJ di Polda ?. Kombes Hadi pun membenarkan hal tersebut.
"Betul, pelapor mencabut laporannya," ungkap Kombes Hadi, lewat pesan WhatsApp-nya, kepada metro-online.co, Jumat (19/7/2024).
Selanutnya, metro-online.co mempertanyakan lagi, atas dasar apa pihak Polda mengeluarkan SP3? Hadi pun tidak bisa memberikan jawaban.
Terpisah, sementara ketua KPU Kota Padangsidimpuan Tagor Dumora saat di tanya kembali, apakah perbuatan Oknum Komisioner tersebut merupakan perbuatan yang mencoreng nama baik dan citra lembaga KPU? Tagor pun tak bisa memberikan jawaban sampai berita ini diterbitkan. (Syahrul/ST).