Pasalnya, lokasi perbengkelan atau workshop itu berada di kawasan tanah eks PTPN II atau lazim disebut dengan tanah garapan.
"Mana mungkin ada isinya, karena tanah atau lahan tempat bengkel itu berada masih berstatus milik BUMN," kata seorang warga Labuhandeli, Syafruddin.
Informasi yang diperoleh, PT Wijaya Karya Mandiri Teknik juga belum memiliki izin Jety, RKAB, izin reklamasi dan IUP produksi.
Akibatnya, ada dugaan aktivitas perusahaan tersebut telah mengabaikan hak warga sekitar.
"Bahkan kami menduga mereka tidak bayar pajak usaha ke pemerintah dan negara dirugikan akibat hal itu. Namun anehnya kegiatan usaha itu masih berlangsung sampai sekarang," ujarnya.
Ketika akan diklarifikasi terkait hal itu, Kepala Desa Manunggal Muklisin tidak bersedia menjawab telepon dan pesan singkat yang dikirim melalui whatsapp. (RE Maha/REM).