MEDAN | Sidang puncak perkara korupsi atas nama mantan Kadis Kesehatan Provsu dr Alwi Mujahit Hasibuan MKes dan rekanan, Robby Messa Nura (berkas terpisah), Kamis (15/8/2024) di Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan ditunda.
Majelis hakim diketuai Muhammad Nazir memang sempat membuka persidangan dan mempersilakan kedua terdakwa duduk di bangku ‘pesakitan’.
“Kami bertiga (majelis hakim) sudah musyawarah. Tapi baru atas nama satu terdakwa yang sudah selesai. Menurut kami tanggung bila satu-satu dibacakan.
Masih ada sisa satu hari lagi masa penahanan terdakwanya. Jadi besok putusannya kami bacakan. Sehabis jam sholat Jumat, (16/8/2024),” kata Muhammad Nazir didampingi hakim anggota Zufida Hanum dan Bernard Panjaitan.
Tanpa ‘dikomando’, tim JPU pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) Daniel Simamora, tim penasihat hukum kedua terdakwa dan puluhan awak media yang kurang lebih 7 jam menanti persidangan pembacaan putusan pun meninggalkan ruang cakra 8.
20 Tahun
Diberitakan sebelumnya, perkara korupsi terkait pengadaan rapid test dan Alat Pelindung Diri (APD) Covid-19 Tahun Anggaran (TA) 2020 di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara ( Dinkes Provsu) memecahkan ‘rekor’ pemidanaan terberat dalam dua dasawarsa ini.
Tim JPU Kejati Sumut dimotori Dr Hendri Edison Sipahutar, Kamis (1/8/2024) di ruang Kartika Pengadilan Tipikor Medan menuntut mantan Kadis Kesehatan Provsu dr Alwi Mujahit Hasibuan MKes dan rekanan, Robby Messa Nura agar dipidana masing-masing 20 tahun penjara.
Keduanya juga dituntut dengan pidana denda Rp500 juta subsidair (bila denda tidak dibayar diganti dengan kurungan) selama 6 bulan.
Dari fakta-fakta terungkap di persidangan, imbuhnya, kedua terdakwa dinilai telah memenuhi unsur melakukan tindak pidana Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, sebagaimana dakwaan primair.
Menyuruh melakukan atau turut serta secara tanpa hak memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.
UP
Oleh karenanya, kedua terdakwa dikenakan pidana tambahan membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara, patut diduga dinikmati masing-masing terdakwa. Mantan Kadis Alwi Mujahit Hasibuan selaku Pengguna Anggaran (PA) dikenakan UP sebesar Rp1,4 miliar.
Dengan ketentuan, sebulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap, harta benda terpidana nantinya disita dan dilelang JPU. Bila juga tidak mencukupi menutupi UP tersebut, maka diganti dengan pidana 7 tahun penjara.
Sedangkan terdakwa rekanan, Robby Messa Nura dikenakan UP jauh lebih besar yaitu Rp17,2 miliar dengan ketentuan yang sama, maka diganti dengan pidana 8 tahun penjara.
Sebaliknya tim penasihat hukum dr Alwi Mujahit Hasibuan dalam nota pembelaannya (pledpi) memohon agar majelis hakim nantinya menjatuhkan vonis bebas atau lepas.
Sebab klien mereka dinilai tidak ada menerima aliran dana dan pekerjaan dimaksud telah didelegasikan ke Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
JPU dalam surat tuntutannya menguraikan, pekerjaan Pengadaan Rapid Test dan APD Covid-19 dilakukan terdakwa dr Alwi Mujahit Hasibuan dengan Penunjukan Langsung (PL). Tidak dilakukan perbandingan harga pasar. Dari pagu anggaran Rp39,9 miliar, pembayaran kegiatan pengadaan sebesar Rp9 miliar, tidak bisa dipertanggung jawabkan terdakwa Robby Messa Nura.
Perusahaan yang digunakan terdakwa Robby Messa Nura, PT Sadado Sejahtera Medika (SSM) bersama Muhammad Suprianto selaku Kuasa Direksi, tidak memiliki Surat Izin Edar dari Kemenkes RI,” urai Hendri. (ROBERTS)