MEDAN | Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut), Senin (7/10/2024) kembali menghentikan perkara-perkara humanis lewat pendekatan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ).
Kali ini atas nama Rz, warga Tanjung Beringin, Kabupaten Serdangbedagai (Sergai). Pria berusia 18 tahun itu semula disangka melakukan penganiayaan terhadap saksi korban Ibrahim alias Nyak, 50, warga Desa Pekan Tanjung Beringin, Sergai.
Kasi Penkum Kejati Sumut Adre W Ginting mengatakan, tersangka yang bekerja serabutan tersebut tiba-tiba ‘mangamuk’ (bahasa Batak Toba yang artinya: mengamuk, red) karena tidak dikasih pekerjaan.
Bermula jelang akhir Juni 2024 lalu, pada saat Rz sedang duduk-duduk di Jambur Dusun III Buantan, Desa Pekan Tanjung Beringin, Kecamatan Tanjung Beringin, Kabupaten Sergai sambil melihat orang sedang memperbaiki sampan.
Saksi korban datang ke lokasi tersebut dengan mengendarai sepeda motor dan tersangka meminta pekerjaan. “Wak, saya minta kerja biar untuk meratakan tanah timbun yang di depan rumah," kata Adre W Ginting menirukan ucapan tersangka. Namun ditolak korban sembari mengatakan, “Tak usah, Saya mau pakai beko untuk meratakannya. Gila kau”.
Tersangka pun tersinggung dan langsung emosi sambil balik memaki Ibrahim dengan kata-kata kotor kemudian menunjukkan sebilah pisau dan mengancam Ibrahim. Tidak hanya mengancam, tersangka juga langsung memukul kepala Ibrahim secara berulang kali dengan menggunakan kedua
tangannya.
Akibat perbuatannya, saksi korban Ibrahim mengalami luka robek dan bengkak di kening sebelah kiri serta bibir hingga menyebabkan Ibrahim terhalang melakukan aktivitasnya sehari-hari.
"Setelah berkas perkaranya sampai di tangan jaksa Kejari Sergai, di mana tersangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana Atau Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHPidana. Jaksa melakukan mediasi dimana tersangka dan korban dipertemukan.
Berdasarkan pengamatan jaksa fasilitator dan pengakuan dari korban diperoleh fakta bahwa luka yang dideritanya telah sembuh dan korban sudah dapat melaksanakan aktivitas sehari-hari. Tersangka mengakui kesalahannya dan menyatakan tidak ada niatnya untuk melakukan perbuatan penganiayaan atau pengancaman, namun hanya karena emosi sesaat. Tersangka dan korban sudah berdamai dan saling memaafkan," katanya.
Lebih lanjut mantan Kasi Intel Kejari Binjai ini menyampaikan, bahwa perkara dimaksud merupakan salah satu dari 3 perkara yang diajukan kepada Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) untuk diselesaikan dengan pendekatan humanis.
Yakni atas nama tersangka Angga Prayoga Alias Onggok melanggar Pasal 480 ke-1 KUHPidana atau Pasal 480 ke-2 KUHPidana, juga perkara asal Kejari Sergai dan Aji Aprijal alias Ijal disangka melanggar Pasal 480 Ayat (2) dari KUHPidana, asal Kejari Binjai.
Ketiga perkara tersebut disetujui JAM Pidum Prof Asep Nana Mulyana didampingi Direktur TP Oharda Nanang Ibrahim Soleh setelah Kajati Sumut didampingi Aspidum Imanuel Rudy Pailang, Koordinator, para Kasi pada Aspidum mengekspos duduk perkaranya secara virtual dari ruang vicon lantai 2 kantor Kejati Sumut, Jalan AH Nasution Medan.
"Perkara penganiayaan dan penadahan ini disetujui untuk diselesaikan berdasarkan Perja Nomor 15 Tahun 2020 dengan syarat tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukumannya tidak lebih dari 5 tahun, kerugian yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp2,5 juta dan yang terpenting adalah antara tersangka dan korban ada kesepakatan untuk berdamai," tandasnya.
Dengan adanya perdamaian antara tersangka dan korban, tambah Adre W Ginting telah membuka ruang yang sah bagi keduanya untuk mengembalikan keadaan ke keadaan semula. Di mana tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya dan tercipta harmoni di tengah-tengah masyarakat. (ROBS)