Dokumen foto Jaksa Daring IG Kejati Sumut dengan narasumber Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Sumut Dr Munawar Ibrahim, Koordinator Bidang Intel Yos A Tarigan (kanan) dipandu host Adre Wanda Ginting. (MOL/Ist)
MEDAN | Persoalan stunting di Sumatera Utara (Sumut) tidak hanya masalah gizi buruk, tapi sangat erat kaitannya dengan masalah sanitasi lingkungan rumah dan kesehatan seluruh anggota keluarga.
Demikian disampaikan Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Sumut Dr Munawar Ibrahim, saat menjadi narasumber bersama Koordinator Bidang Intelijen Kejati Sumut Yos A Tarigan yang dipandu host Kasi Penkum Adre W Ginting pada acara Jaksa Daring Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara di media sosial IG Kejati Sumut, Kamis (21/11/2024).
Munawar Ibrahim menyampaikan bahwa angka prevalensi stunting di Sumut saat ini berada di angka 18 persen dan pada tahun 2025 angkanya diharapkan bisa turun di angka 14 persen.
"Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2025-2029, persoalan stunting ini tetap menjadi perhatian negara kita," tandasnya.
Persoalan stunting di Sumut, lanjut Munawar Ibrahim yang pernah bertugas di Jambi tersebut, tidak hanya tugas pemerintah Pusat di Jakarta atau pemerintah Provinsi maupun pemerintah Kota Medan. Tapi tugas dan tanggung jawab seluruh elemen bangsa.
Salah satu upaya yang dilakukan dalam mengatasi permasalahan stunting dan munculnya stunting baru, diantisipasi lewat program pemberian makanan tambahan (PMT) yang selama ini sudan dilaksanakan di Puskesmas.
"Tahun 2023, prevalensi angka persentase anak menderita stunting sudah berada di angka 18 persen, sementara WHO mensyaratkan minimal ada di angka 20 persen. Artinya, kita sudah berada dibawah ambang batas tersebut.
Target kita pada tahun 2024 ini, yang angkanya akan diperoleh awal tahun 2025 harus berada di angka 14 persen," tandasnya.
Koordinator Bidang Intelijen Yos A Tarigan menyampaikan bahwa persoalan stunting di Sumit memang bukan hanya masalah makanan dan bukan hanya ada pada orang miskin, tapi anak orang kaya pun bisa berpotensi menjadi anak stunting karena terkait dengan pola asuh dan pola makan anak yang diasuh oleh orang lain dan bukan oleh ibu kandungnya sendiri.
Munawar menimpali bahwa banyak juga keluarga kita yang belum mampu memenuhi kebutuhan anak-anaknya, satu yang perlu kita perhatikan bersama adalah ada keterlambatan perhatian kita terhadap masalah keberagaman bahan makanan anak agar memperoleh gizi yang seimbang.
"Oleh karena itu belakangan ini kita sangat konsen dalam penanganan masalah stunting ini, terutama dengan adanya Badan Gizi Nasional," tegasnya.
Sejak Juni 2020, lanjut Munawar Ibrahim, keberadaan Pos Yandu agak kurang aktif terutama pasca pandemi Covid-19. Pos Yandu ini sangat efektif dalam mendeteksi dini anak-anak stunting. Karena pendataannya bisa by name by adress.
Program BKKBN dalam mengantisipasi munculnya penderita stunting baru adalah dengan melakukan sosialisasi agar pengantin baru tidak cepat-cepat untuk segera punya anak, akan tetapi cek dulu kesehatan pasangan suami isteri yang baru menikah apakah benar-benar sehat.
"Kita selalu sosialisasikan agar tidak kawin dan punya anak terlalu muda, menikah terlalu tua, punya anak terlalu rapat dan risiko besar punya anak terlalu tua," paparnya.
Yos A Tarigan juga menyoroti bahwa saat ini di beberapa daerah, terutama di pelosok dan di kota-kota besar, masih ada ditemukan masyarakat dengan taraf hidup dibawah kemiskinan, atau sering juga disebut miskin ekstrim.
"Di mana, kategori miskin ekstrem ini termasuk kepada masyarakat yang tidak punya rumah atau tempat tinggal menetap, urusan makan juga belum tentu bisa dipenuhi 3 kali sehari, mungkin hanya satu kali dalam satu hari. Keluarga seperti ini sangat berpotensi untuk melahirkan anak stunting," tandasnya.
Itu sebabnya, lanjut Yos dalam program penerangan hukum Kejati Sumut kepada para Kepala Desa tim jaksa penyuluh memberikan masukan agar APBD Provsu, APBD kabupaten dan Kota untuk tahun 2025 harus memasukkan dana stunting.
Tentunya dimulai dari perencanaan anggaran 2025 nanti.Bahkan, dana desa yang ada bisa juga dimanfaatkan dalam mengatasi masalah anak stunting.
"Lewat program Jaga Desa dan Penerangan Hukum kepada para kepala desa, Kejati Sumut dalam hal ini ikut serta memantau keberadaan anak stunting dan memberikan edukasi agar tidak muncul lagi anak-anak penderita gizi buruk baru," katanya.
Kasi Penkum Adre W Ginting sebelum menutup kegiatan Jaksa Daring menyampaikan beberapa pertanyaan kepada kedua narasumber dan dijawab nara sumber Munawar Ibrahim dan Yos A Tarigan secara bergantian. (ROBS)