MEDAN | Vonis lepas yang dijatuhkan majelis hakim PN Medan terhadap pasangan suami istri (pasutri) Yansen dan Meliana Jusman, terdakwa tindak pidana menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah asli, menuai kritikan tajam dari pemerhati peradilan.
Direktur Pusat Studi Hukum Pembaharuan dan Peradilan (Pushpa) Sumatera Utara (Sumut) Muslim Muis meminta Badan Pengawasan Mahkamah Agung Republik Indonesia (Bawas MA-RI) dan Komisi Yudisial (KY) RI segera memeriksa majelis hakimnya.
“Kita tentunya menghormati putusan majelis hakim tersebut. Namun di sisi lain kita kuatir vonis lepas tersebut bisa menjadi preseden dalam perjalanan penegakan hukum di Tanah Air di masa mendatang.
Puluhan tahun berprofesi sebagai advokat, terus terang agak membingungkan memang pertimbangan hukumnya. Bagaimana bisa terdakwa yang jelas-jelas menggunakan surat kuasa palsu kemudian divonis lepas?” kata Muslim Muis lewat pesan teks, Selasa (12/11/2024).
Agar tidak menimbulkan prasangka macam-macam di tengah-tengah publik, lanjutnya, Bawas MA-RI sebagai pengadilan tertinggi terhadap penyelenggara peradilan, idealnya segera memeriksa majelis hakimnya.
Permintaan serupa juga menyasar ke KY RI. “Sebagai lembaga pengawas eksternal dalam mengawasi kekuasaan kehakiman, teman-teman di KY RI juga kita minta peka ‘mengendus’ kasus-kasus perilaku hakim yang menjadi perhatian publik.
“Kita gak rela lembaga peradilan terus menerus menjadi sorotan. Pimpinan di MA-RI memiliki pekerjaan rumah (PR) yang panjang untuk membenahi diri. Publik tentunya gak mau kasus oknum majelis hakim di PN Surabaya yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) terulang lagi," pungkasnya.
Kasasi
Pekan lalu, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Medan Fajar Syah Putra melalui Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) Deny Marincka Pratama, Kamis (7/11/2024) mengatakan, pihaknya akan melakukan upaya hukum kasasi atas vonis lepas terdakwa pasurri tersebut.
“Tidak sesuai dengan tuntutan. Pasti bang (melakukan upaya hukum kasasi),” kata Deny singkat lewat pesan WhatsApp (WA),
Lepas
Sementara santer diberitakan sebelumnya, terdakwa pasutri Yansen dan Meliana Jusman, Selasa (5/11/2024) di Cakra 2 PN Medan divonis lepas.
Majelis hakim diketuai M Nazir dalam amar putusannya menyatakan, dari fakta-fakta terungkap di persidangan, perbuatan sebagaimana didakwakan tim JPU pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan memang ada. Namun bukan merupakan tindak pidana.
“Begitu ya? Dakwaan alternatif pertama dan kedua dari penuntut umum terpenuhi tapi bukan tindak pidana. Melainkan perdata,” urai M Nazir di hadapan kedua terdakwa, tim penasihat hukumnya (PH) dan JPU Septian Napitupulu dan Tommy Eka.
Dengan volume suara rada kecil, pertimbangan hukum yang dibacakan hakim anggota Efrata Happy Tarigan di antaranya, kerja sama antara CV Pelita Indah (PI) di sektor properti dengan PT Musim Mas Group di sektor properti, sudah lama berlangsung.
Di mana Yansen (terdakwa I) lah yang mengurusi segala sesuatunya, mewakili CV PI. Bukan orang lain, maupun saksi korban Hok Kim.
Sementara pada persidangan lalu, JPU menuntut pasutri tersebut agar dipidana masing-masing 5 tahun penjara.
Dari fakta-fakta terungkap di persidangan, pasutri tersebut dinilai telah memenuhi unsur melakukan tindak pidana Pasal 263 ayat (2) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, sebagaimana dakwaan kedua JPU. Sedangkan tim PH kedua terdakwa memohon agar hakim membebaskan klien mereka.
Palsu
Dalam dakwaan disebutkan, Yansen bersama Hok Kim mendirikan CV PI berdasarkan akta pendirian tanggal 21 Januari 2006 yang dibuat di hadapan notaris Nurita Zouharminy.
Dengan formasi, saksi korban Hok Kim selaku Direktur CV PI dan terdakwa I sebagai Komanditer Diam. CV PI kemudian membuka rekening Bank Permata di Pekanbaru. Hok Kim selanjutnya mempercayakan terdakwa I mengelola perusahaan sembari membuka rekening di Bank Permata, Pekanbaru Provinsi Riau.
Pada tanggal 17 Desember 2009 terdakwa I dan Meliana Jusman (terdakwa II) datang ke PT Bank Mestika KCU Zainul Arifin di Jalan Zainul Arifin, Kota Medan melakukan pembukaan rekening atas nama CV PI dengan saldo awal Rp2 juta.
Kedua terdakwa kemudian mencari tahu kepada salah seorang petugas bank bagaimana caranya agar rekening perusahaan bisa melakukan transaksi. Pasutri tersebut kemudian diminta agar ada Surat Kuasa dari Hok Kim, selaku Direktur CV PI. Sementara keberadaan saksi korban di Kalimantan Tengah.
Yansen dan Meliana Jusman pun menyerahkan Surat Kuasa seolah dari Hok Kim. Belakangan diketahui hasil pemeriksaan forensik, tanda tangan saksi korban di Surat Kuasa tersebut, tidak autentik.
Singkat cerita, terdakwa I melakukan aktivitas kerja sama di bidang properti dengan PT Musim Mas Group.
Padahal sejak tahun 2006 CV PI telah melakukan kerja sama dengan PT Musim Mas Group dalam bidang pekerjaan pembangunan perumahan di Provinsi Kalimantan Tengah.
Di mana yang melakukan penandatanganan terhadap Surat Perjanjian Kerjasama (SPK) adalah terdakwa I dengan menggunakan rekening CV PI dalam menunjang kegiatan operasional.
Akibat perbuatan pasutri tersebut, saksi korban mengalami kerugian atau tidak mendapatkan keuntungan sebesar Rp583 miliar. (ROBERTS)