LANGKAT | Dinilai tidak professional bahkan diskriminatif dalam melakukan proses hukum terhadap laporan korban dugaan tindak pidana penganiayaan, Polres Langkat digugat dalam perkara Perbuatan Melawan Hukum (PMH) di Pengadilan Negeri Stabat.
Gugatan dengan register perkara Nomor : 6/Pdt.G/2025/PN. Stb tersebut juga tidak tanggung-tanggung, dari mulai Juper, Kanit Pidum, KBO Reskrim, Kasat Reskrim, Kasi Hukum, sampai dengan Kapolres Langkat didudukkan sebagai Tergugat. Bahkan Kapolda Sumatera Utara juga diletakkan sebagai Tergugat 7 dan Kapolri sebagai Tergugat 8. Walaupun persidangan tersebut telah dijadwalkan dan Para Tergugat telah dianggil secara sah dan patus menurut hukum, ternyata pada sidang pertama hari Kamis (13/2) lalu.
Pada sidang kedua Kamis (20/2) para tergugat tidak hadir, kuasa Terguagt 1 sampai dengan Tergugat 6 hadir diwakili kuasanya dari Seksi Hukum Polres Langkat. Sedangkan Tergugat 7 Kapoda Sumut atau kuasanya dan Tergugat 8 Kapolri atau Kuasanya tetap tidak hadir tanpa pemberitahuan walaupun surat panggilan telah mereka terima.
Akibatnya, Ketua Mejelis Hakim, Abraham Van Vollen Hoven Ginting, S.H., M.H. yang juga merupakan wakil Ketua PN Stabat kembali menunda persidangan 1 minggu ke depan yaitu hari Kamis tanggal 27 Pebruari mendatang.demikian dikatakan Togar Lubis, S.H. M.H usai keluar dari ruang sidang.
Untuk diketahui, bahwa penggugat yang menggugat Juper Polres Langkat sampai dengan Kapolri adalah Dr. Sri Ramadhani, M.Psi (46) atau Dhani, seorang Ibu Rumah Tangga berprofesi sebagai akademisi, warga Desa Batu Malenggang, Kecamatan Hinai, Kabupaten Langkat dan Dhani memberikan kuasa kepada Kantor Hukum Lubis Nasution & Rekan yang dipimpin oleh Advokat Togar Lubis,SH,MH sebagai Penggugat.
Diajukannya gugatan ini ke Pengadilan Negeri Stabat adalah bermula dari terjadinya pertengkaran dan berakhir dengan perkelahian antara Dhani dengan suaminya bernama Deni pada hari Minggu, tanggal 8 September 2024, sekira pukul 19.30 Wib, bertempat di Jln. Medan – Banda Aceh, Kelurahan Perdamaian, Kecamatan Stabat, Langkat, tepatnya di pinggir jalan depan Doorsmeer mobil 2RD dan saat itu Deni menelpon seseorang dan taklama kemudian datang seorang wanita bersama suaminya ke lokasi.
Terjadinya perkelahian antara Dhani dan Deni. Lalu, tidak lama berselang wanita yang dikenal Dhani bernama Irma (52) tersebut diduga memukul Dhani dengan menggunakan sandal berhak tinggi dan kemudian Irma dan suaminya langsung meninggalkan lokasi atau Tempat Kejadian Perkara (TKP).
Akibat penganiayaan tersebut telah menyebabkan kepala Dhani robek sekitar 5 cm dan mengucurkan darah yang membasahi rambut dan baju Dhani.
Mengalami hal tersebut, selanjutnya Dhani juga menelp anak kandungnya bernama Fariz Hilman Al Ridho (19) dan sesampainya fariz dilokasi langsung membawa ibunya ke Klinik Surya Stabat guna pengobatan dan saat itu Deni juga ikut serta.
Sesampainya di Klinik Surya Stabat, Dhani langsung berjalan kaki dari Klinik Surya Stabat menuju Polsek Stabat untuk membuat Laporan Polisi. Saat itu pihak Polsek Stabat setelah mendengar penjelasan Dhani menyarankan agar Dhani berobat terleih dahulu dan kemudian membuat laporan Polisi di Polres Langkat.
Setelah diberikan pengobatan oleh petugas medis Klinik Surya Stabat dan disebabkan hari telah larut malam, akhirnya Dhani dan anaknya memutuskan untuk pulang ke rumah orang tua Dhani di Desa Karang Rejo Stabat dan esok harinya Senin tanggal 9 September 2024 Dhani membuat laporan Polisi di Polres Langkat dengan sesuai dengan Surat Tanda Penerimaan Laporan Polisi Nomor : STPLP/B/466/IX/2024/SPKT/POLRES LANGKAT /POLDA SUMUT, tanggal 09 September 2024.
Saat membuat Laporan Polisi, Dhani sangat terkejut, sebab ternyata suaminya juga membuat laporan polisi melaporkan Dhani sebagai Pelaku Tindak pidana penganiayaan terhadap diri Deni sebagaimana dimaksud UU Nomor 23 tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT).
Setelah membuat laporan polisi, Petugas yang menerima laporan Dhani juga menyerahkan sepucuk surat berupa surat permintaan agar dilakukan Visum et Revertum ke Klinik Surya Stabat dan Dhani langsung mengantaran surat tersebut ke Klinik Surya.
Seiring berjalannya waktu, ternyata laporan polisi yang disampaikan Dhani ke Polres Langkat tidak juga berproses. Bahkan, dirinya berulangkali diperiksa oleh Unit PPA Polres Langkat sebagai terlapor dan saksi kemudian ditetapkan sebagai Tersangka penganiayaan atas laporan Deni suaminya. Dhani dan dijerat pasal 44 ayat (1) UU Nomor 23 tahun 2004 Tentang PKDRT dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun pidana penjara.
Ironisnya, Penyidik PPA Polres Langkat tidak menerapkan pasal 44 ayat (4) UU PKDRT padahal Penyidik unit PPA Polres Langkat telah mengetahui bahwa antara Dhani dan Deni adalah pasangan suami istri yang sah menurut hukum. Bahkan pada hari Selasa tanggal 24 Desember 2024 Polres Langkat melakukan penangkapan terhadap Dhani di rumah orang tuanya di Desa Karang Rejo Stabat dan sekitar pukul 21.00 Wib Dhani dimasukkan dalam sel tahanan Sat narkoba Polres Langkat.
Anehnya, Penahanan Dhani berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor : Sp.Han/395/XII/RES.1.24/2024/Reskrim yang ditanda tangani oleh Kasat Reskrim Polres Langkat dan dalam Surat Perintah Penahanan tersebut jelas tertulis bahwa Surat Penahanan terhadap Dhani berlaku sejak tanggal 25 Desember 2024 sampai dengan tanggal 13 Januari 2025 atau 20 hari.
Akantetapi Kanit PPA Polres Langkat IPDA Made Intan Isaka Sri Maharani dan Penyidik Pembantu Unit PPA Polres Langkat Brigadir Sabti D Tabrina Tarigan telah memasukkan Dhani ke sel tahanan Sat Narkoba Polres Langkat sejak tanggal 24 Desember 2024 sekira pukul 21.00 Wib, sebut Togar Lubis.
Lebih lanjut dikatakan Togar Lubis, Salah satu alasan diajukannya gugatan oleh Penggugat, bahwa Penasehat Hukum Dhani berulangkali mempertanyakan kepada Penyidik Pembantu Unit Pidana Umum Polres Langkat Aiptu. Dody Arjuna tentang perkembangan laporan polisi yang disampaikan Dhani, namun tidak mendapat jawaban dan barulah pada tanggal 16 Januari 2025 melalui Surat Pemberitahuan Perkembangan Penyidikan dengan Surat Nomor : B/57/I/RES.1.6/2025/Reskrim yang ditandatangani oleh AKP.Dedi Mirza,S.I.K.,MM selaku Kasat Reskrim Polres Langkat.
Surat tersebut menyebutkan bahwa “hambatan yang kami temui dalam proses penyelidikan ini antara lain adalah sesuai dengan keterangan para saksi yang telah kami periksa, menerangkan tidak ada yang melihat, mendengar dan mengetahui peristiwa tersebut secara langsung”.“
Disinilah keanehan bahkan dapat saya katakan diskriminatif nya Penyidik Polres Langkat. Padahal sudah jelas dalam Surat Jawaban Kapolres Langkat selaku Termohon Praperadilan dalam perkara Praperadilan Nomor : 1/Pid.Pra/2025/Pn.Stb, pada halaman 4 (empat) angka (2) huruf c, Irma Kurniawati selaku saksi atas Laporan Deni menjelaskan bahwa saat saksi hendak membantu korban untuk berdiri korban langsung mencakar wajah saksi dan menarik jilbab rambut saksi dan kamipun saling bergelut.
Masih berdasarkan Surat Jawaban Kapolres Langkat selaku Termohon Praperadilan jelas dan nyata bahwa terlapor Irma Kurniawati mengakui bahwa dirinya dan Dhani “BERGELUT” dan keterangan Deny juga menjelaskan bahwa Irma Kurniawati datang menolong Deny,
Dengan demikian maka menjadi sesuatu yang aneh dan tidak logis jika saksi Deny yakni suami Dhani tidak melihat langsung peristiwa tindak pidana penganiayaan yang diduga dilakukan oleh Terlapor Irma Kurniawati terhadap Dhani”, kata Togar Lubis.
Ditambahkan oleh Togar Lubis, hal lainnya yang membuktikan bahwa Penyidik Polres Langkat diduga sengaja tidak mau menuntaskan laporan polisi Dhani selaku pelapor adalah tentang Surat Visum et Revertum (VER) korban bernama Dhani.
Ternyata, sejak permohonan agar dilakukan pemeriksaan VER terhadap Dhani bertanggal 9 September 2024 oleh Klinik Surya Stabat, hasil VER tersebut tidak diambil oleh pihak unit Pidum Polres Langkat selama 132 hari sejak diajukan.
Berdasarkan tanda terima surat di Klinik Surya Stabat, hasil VER atas nama Dhani baru diambil oleh pegawai honorer di Satreskrim Polres Langkat bernama fitri pada tanggal 18 januari 2025. Padahal pengajuan permohonan VER baik dhani sebagai korban maupun Deny sebagai korban sama-sama diajukan Polres Langkat pada tanggal 9 September 2024.
Ketika ditanyakan kenapa nilai ganti rugi yang dimintakan oleh Penggugat kepada Tergugat dari mulai Juper Unit Pidum Polres Langkat sampai dengan Kapolri harus secara tanggungrenteng membayar ganti rugi kepada Penggugat hanya nominalnya Rp. 50 rupiah, Togar Lubis hanya tersenyum.“
Ini tentang rasa keadilan, bukan untuk mendapatkan uang atau harta dan memang terbukti bahwa rasa keadilan sangat sulit didapatkan di Negara ini dan gugatan ini juga sebagai bentuk kekecewaan kita terhadap Polri yang katanya Presisi tapi jauh dari sikap profesionalisme bahkan terkadang diskriminatif dalam melakukan proses hukum”, terang Togar Lubis (m/lkt1).