Kejati Sumut Hentikan Penuntutan 5 Perkara Humanis Lewat Pendekatan Keadilan Restoratif

Sebarkan:





Dokumen foto ekspos 5 perkara humanis yang dihentikan penuntutannya lewat pendekatan RJ. (MOL/Penkum)




 MEDAN | Sebanyak 5 perkara humanis di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut), Selasa (11/2/2025) dihentikan penuntutannya lewat pendekatan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ).

Penghentian proses perkaranya dihentikan setelah Kajati Sumut Idianto didampingi Aspidum Imanuel Rudy Pailang, Kajari Samosir Karya Graham Hutagaol, Kajari Simalungun Irfan Hergianto, para Kasi dan Kasi Pidum menyampaikan mengekspos perkaranya ke Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Prof Asep Nana Mulyana didampingi Direktur TP Oharda Nanang Ibrahim Soleh dari ruang vicon lantai 2 Kantor Kejati Sumut Jalan AH Nasution Medan.

Kasi Penkum Kejati Sumut Adre W Ginting menyampaikan bahwa 4 perkara yang diajukan untuk diselesaikan dengan humanis disetujui oleh JAM Pidum Kejagung RI.

Perkara yang diajukan berasal dari Kejari Samosir atas nama tersangka Arta Ambarita alias Nai Parulian alias Op Nico dan Medianti Sidauruk alias Medianti alias Mak Felicia masing-masing dijerat dengan Pasal 351 ayat (1) KUHPidana.

Tersangka Parlindungan Sihombing serta Maruba Desmatua S melanggar Pasal 170 Ayat (2) Ke (1) Subs 351 Ayat (1) Jo 55 Ayat (1) Ke (1) KUHPidana. 

Kemudian dari Kejaksaan Negeri Simalungun atas nama tersangka Diki Ryan Danu melanggar Pasal 372 KUHPidana.
Lebih lanjut Kasi Penkum menyampaikan, salah satu perkara yang berasal dari Kejari Samosir dengan tersangka atas nama Artha Ambarita, kronologis perkaranya bermula, Minggu (28/1/2024) sekira pukul 12.00 WIB, di mana saksi korban Malastar Saragi, pergi ke ladang yang berada di Jihor Sasada, Dusun II Desa Cinta Dame, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir untuk memasang/mendirikan plang kepemilikan tanah. 

"Kemudian datang tersangka Artha Ambarita bersama anaknya Medianti Sidauruk menyuruh pergi saksi korban Malastar Saragi yang sedang menggali lobang untuk memasang plang dengan menggunakan parang, namun saksi korban Malastar Saragi tetap bertahan," paparnya.

Selanjutnya, tersangka Artha Ambarita mendorong kepala saksi korban Malastar Saragi dari belakang pada saat posisinya sedang jongkok, kemudian saksi korban Malastar Saragi berdiri dan tetap bertahan di lokasi. Lalu, tersangka Artha Ambarita dari sebelah kiri langsung menarik dan mencengkram sekuat tenaga tangan kiri saksi korban Malastar Saragi menggunakan genggaman kedua tangan tersangka.

Korban Malastar Saragi merasa kesakitan dan berusaha melepaskan cengkraman tangan tersangka, sehingga tangan kirinya mengalami luka gores dan mengeluarkan darah.  

"Akibat perbuatan tersangka, saksi korban Malastar Saragi mengalami luka gores dan perih pada bagian lengan tangan kiri sesuai dengan Visum et Revertum yang dikeluarkan oleh pihak Dinas Kesehatan Puskesmas Ambarita terhadap korban Malastar Saragi alias Pak Boturan.

Selanjutnya, kelima perkara dimaksud bergulir ke Kejaksaan dan oleh jaksa fasilitator dimediasi untuk diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif. Alasan dilakukan penyelesaian perkara dengan pendekatan humanis, di mana tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukumannya tidak lebih dari 5 tahun dan kerugian yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp2,5 juta.

"Antara tersangka dan korban sudah berdamai dan tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Perdamaian antara tersangka dan korban dilaksanakan dihadapan keluarga kedua belah pihak, tokoh masyarakat dan penyidik dari Kepolisian," tandasnya.

Dengan adanya perdamaian antara tersangka dan korban, tambah Adre W Ginting telah membuka ruang terciptanya harmoni di tengah masyarakat dan kedua belah pihak telah mengembalikan keadaan ke keadaan semula. (ROBS)






Sebarkan:

Baca Lainnya

Komentar