Divonis Bebasnya 2 Terdakwa Korupsi di BNI Pemuda Medan, Ini Kata Jubir Kejati Sumut

Sebarkan:
Dokumen foto Jubir Kejati Sumut Adre W Ginting dan kedua terdakwa yang divonis bebas di Pengadilan Tipikor Medan. (MOL/Penkum/Mstr)



MEDAN | Jaksa Penuntut Umum (JPU) Bidang Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) dipastikan melakukan upaya hukum kasasi, menyusul divonis bebasnya 2 terdakwa korupsi di Bank Negara Indonesia (BNI) Kantor Cabang Utama (KCU) Jalan Pemuda Medan.

Hal itu ditegaskan Kasi Penkum Kejati Sumut Adre W Ginting lewat pesan teks, Kamis (27/3/2025). “JPU melakukan upaya hukum. Kasasi. Tetap pada tuntutan,” katanya.

Ketika ditanya soal perintah majelis hakim diketuai Sulhanuddin agar segera mengeluarkan kedua terdakwa setelah putusan dibacakan, Juru Bicara Kejati Sumut tersebut mengatakan, pada hari itu juga, Rabu (26/3/2025) JPU mengeksekusinya.

Pertama Kali

Diberitakan sebelumnya, untuk pertama kali dalam triwulan tahun 2025 ini, terdakwa perkara korupsi masing-masing divonis bebas. Atas nama Fernando HP Munthe, selaku mantan Pegawai Sementara (Pgs) Senior Relationship Manager (SRM) PT BNI dan debitur Tan Andyono (berkas terpisah), selaku Direktur PJLU.

Majelis hakim dalam amar putusannya menyatakan, tidak sependapat dengan tim JPU pada Kejati Sumut. Dari fakta-fakta terungkap di persidangan, kedua terdakwa diyakini tidak terbukti bersalah.
Sementara sebelumnya tim JPU dimotori Putri Marlina Sari mendakwa Fernando HP Munthe dan debitur Tan Andyono melakukan tindak pidana korupsi beraroma kredit macet mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp36.932.813.935.

Dari fakta-fakta terungkap di persidangan, keduanya dinilai telah memenuhi unsur melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan subsidair dan dituntut bervariasi.

Yakni Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. 

Fernando HP Munthe dituntut agar dipidana 4 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsidair (bila denda tidak dibayar diganti dengan kurungan) selama 3 bulan.

Sedangkan debitur Tan Andyono (berkas terpisah), selaku Direktur PT Prima Jaya Lestari Utama (PJLU) dituntut 7,5 tahun penjara dan dipidana denda Rp750 juta subsidair 3 bulan kurungan.

UP

Bedanya, terdakwa Tan Andyono selaku debitur yang berujung kredit macet Rp36.932.813.935 di BNI Jalan Pemuda Medan saja yang dikenakan pidana tambahan membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara sebesar Rp9 miliar lebih.

Dalam perkara a quo, JPU menilai kerugian keuangan negaranya sekitar Rp17,7 miliar. “Dikurangi Rp8 miliar yang berada dalam penguasaan BNI,” tegas Putri.

Dengan ketentuan, sebulan setelah perkanya memperoleh putusan dari pengadilan berkekuatan hukum tetap, harta benda terpidana nantinya disita dan dilelang JPU.

Bila harta bendanya juga tidak mencukupi untuk menutupi UP tersebut, maka diganti dengan pidana 3,5 tahun penjara. 

Hanya saja dalam dakwaan disebutkan kerugian keuangan negaranya mencapai Rp36.932.813.935. Bila dikurangkan dengan UP dibebankan kepada Tan Andyono Rp17,7 miliar, maka ada sisa Rp18 miliar lebih lagi yang belum diuraikan JPU.

Tahun 2018 lalu, dengan tidak sesuai Standar Operasi dan Prosedur (SOP) layaknya perbandakan, Fernando HP Munthe meneruskan permohonan Tan Andyono (PT PJLU-red) melakukan take over fasilitas kredit dari Bank Artha Graha yang belum lunas, ke pimpinan PT BNI KCU Jalan Pemuda Medan berujung kredit macet. (ROBERTS)



Sebarkan:

Baca Lainnya

Komentar