Sejalan dengan Terobosan Jaksa Agung, Kejati Sumut Hentikan Penuntutan Perkara Humanis Asal Gunugsitoli

Sebarkan:


Dokumen foto Ridwansyah Dawolo alias Ama Hilda dan korban akhirnya sepakat berdamai yang difasilitasi tim Kejari Gunungsitoli. (MOL/PenkumKjtsu) 



MEDAN | Sejalan dengan terobosan Jaksa Agung ST Burhanuddin penegakan hukum lewat pendekatan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ).

Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut), Kamis (6/3/2025) menghentikan penuntutan perkara humanis asal Kejaksaan Negeri (Kejari) Gunungsitoli, lewat pendekatan RJ.

Penghentian penututan Ridwansyah Dawolo alias Ama Hilda, semula dijadikan penyidik sebagai tersangka penganiayaan.  JAM Pidum Prof Asep Nana Mulyana diwakili Direktur TP Oharda Nanang Ibrahim Soleh beserta para Kasubdit di Kejagung RI kemudian menyetujui usulan Kajati Sumut Idianto menghentikan penuntutannya..
Idianto diwalili Wakajati Rudy Irmawan didampingi Aspidum Imanuel Rudy Pailang, Kabag TU, Koordinator dan para Kasi mengekspos perkara dimaksud lewat aplikasi Zoom dari Kantor Jalan AH Nasution, Kota Medan.

Menurut Kasi Penkum Kejati Sumut Adre W Ginting, perkara yang diajukan adalah perkara tindak pidana penganiayaan yakni Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana. Sementara korbannya, Ifarni Zega alias Ina Gasuri.

Kronologis perkaranya, berawal pada, Jumat (16/2/2024) sekitar pukul 16.50 WIN bertempat di Desa Moawo, Kecamatan Gunungsitoli, Kota Gunungsitoli, tepatnya di halaman rumah tersangka Ridwansyah Dawolo alias Ama Hilda, ketika korban memaksa masuk ke dalam rumah tersangka untuk mencari anaknya, BJD.

"Korban ingin bertemu dengan anak tersangka dengan tujuan meminta klarifikasi terkait keributan atau adu mulut yang telah terjadi sebelumnya," papar Adre W Ginting. 

Tidak terima akan tingkah korban, lalu tersangka berusaha menghalanginya dan seketika tersangka emosi dan langsung meninju pipi kiri Korban sebanyak 1 kali dengan menggunakan kepalan tangan kanannya.

Berdamai

Perkaranya terus bergulir ke Kejari yang dipimpin Parada Situmorang. Jaksa fasilitator kemuduan melakukan upaya mediasi agar dilakukan kesepakatan berdamai. Korban dan tersangka akhirnya sepakat untuk melakukan perdamaian.

"Salah satu alasan kenapa didamaikan, karena antara korban dan tersangka merupakan tetangga dan masih memiliki hubungan keluarga," tandasnya.

Dengan adanya perdamaian antara tersangka dan korban, sambung mantan Kasi Intel Kejari Binjai tersebut, hubungan kekerabatan dan kekeluargaan kembali dirajut dan dikembalikan ke semula.

"Tersangka juga berjanji di depan para orang tua, tokoh masyarakat dan dihadapan korban tidak akan mengulangi perbuatannya di kemudian hari," tegasnya. (ROBERTS)


Sebarkan:

Baca Lainnya

Komentar